Langsung ke konten utama

Kata “Gratis”, Jurus Pengusaha Indonesia



Opini: Yant Kaiy

Kata “gratis” seringkali kita jumpai di beberapa perusahaan. Baik perusahaan skala kecil atau besar. Bahkan merek ternama pun tidak tinggal diam.

Para pengusaha di tanah air begitu pintar menjerat konsumennya. Mereka paham akan karakter masyarakat Indonesia yang amat mudah terbujuk oleh kata “gratis” sehingga para konsumen tanpa pikir panjang-lebar langsung membelinya. Iming-iming itu berupa cinderamata, pelayanan, discount, cash back, dan lain semacamnya.

Misalnya kita bisa jumpai kata “gratis” di banyak iklan operator seluler. Padahal  konsumen harus bayar dulu dengan membeli pulsa. Kemudian membeli paket yang tersedia. Barulah pelanggan menggunakan layanan yang ada. Kalau tidak begitu, pulsa pelanggan akan dipotong tanpa ampun dengan harga dua kali lipat lebih mahal.

Atau kita dapat temui di dealer kendaraan bermotor. Di sana tertulis “gratis ganti oli dan service 3 kali”. Padahal pembeli kendaraan bermotor sudah membayar semuanya. Buktinya setelah tidak mau ganti oli dan service, dealer mengembalikan keuangan tersebut.

Tahun lalu saya membeli sepatu di toko resmi seharga Rp 150.000,-. Kemarin saya ke toko sepatu itu kembali karena ada tulisan “Beli sepatu gratis sandal cantik, plus discount 50%”. Saya pikir kalau beli sepatu seperti model tahun lalu pasti harganya Rp 75.000,- masih dapat sandal lagi. Saya buru-buru mengambil sepatu itu. Ketika di kasir ternyata saya harus membayar Rp 135.000,-. Buset. Sedangkan sandal jepitnya di pasaran seharga Rp 6.000,-.

Kecewa itu pasti. Tapi saya hanya bisa tersenyum. Inilah warna-warni jerat pengusaha kepada konsumennya.[]


Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p