Kesejahteraan dan Ancaman Maut (Tanggapan Tulisan MH.Said Abdullah)


Opini: Yant Kaiy

MH. Said Abdullah dalam tulisannya, “Efektivitas Kepemimpinan Daerah” yang dipublikasikan Koran Madura, edisi 25 Juni 2020, sangat menarik bagi saya. Karena kita tahu beliau adalah Ketua Badan Anggaran DPR RI saat ini.

Terus terang, saya orang tidak pintar dan bukan seorang ahli di bidang ekonomi karena pendidikan saya hanya sampai di bangku SMA. Saya hanya sebagai pemerhati sosial yang berdomisili di Dusun Sempong Barat Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep, ingin juga menuliskan potret “pilu” masyarakat akar rumput di lingkungan kami di tengah pandemi Covid-19.

Perlu diketahui, mayoritas warga di daerah kami mengais rejeki di laut sebagai nelayan. Mereka mempertaruhkan nyawanya demi menghidupi anak-istrinya. Mereka tidak mempedulikan maut yang senantiasa mengancam jiwanya selama berada di tengah laut.

Bahkan terdengar falsafah ekstrim dari mereka: Seorang nelayan lebih takut lapar ketimbang maut. Bukannya para nelayan itu berani terhadap maut, tapi mereka takut kalau anak-istrinya tidak sejahtera. Mereka mengimpikan kebutuhan hidup keluarganya tercukupi. Parameter sejahtera di sini bukan mempunyai mobil.

Para nelayan juga memiliki daya nalar seperti lazimnya manusia di seluruh penjuru dunia. Maka ketika pandemi Covid-19 menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia, namun mereka tetap melakukan aktivitasnya, menangkap ikan di laut lepas dengan harapan membawa hasil.

Lalu berdosakah mereka karena tidak menaati himbauan/anjuran pemimpinnya?

Kita tentu ingat akan cerita para sahabat Nabi Muhammad SAW. yang maju ke medan perang membela Islam. Mereka berjuang tanpa takut akan kematian. Kalaupun ia mati, ia percaya akan masuk surga. Sedangkan anak-istrinya yang ditinggalkan, ia yakin kalau Baginda Rasulullah akan menjamin kesejahteraan hidup keluarganya.

Sepantasnya kita mengaji romatika kehidupan para nelayan yang tetap bekerja di tengah ancaman maut mengintai dari virus corona, plus ancaman tenggelamnya perahu mereka akibat terjangan ombak sewaktu-waktu terjadi. Barangkali kita mesti lebih arif, terutama para pemimpin yang baju dan sepatu mengkilatnya diambil dari tetesan keringat rakyat.

Apakah ‘jaminan’ pemerintah terhadap rakyatnya kalau para nelayan tunduk-patuh pada propaganda stay at home. Sementara perut mereka sama dengan aparatur negara, sama-sama butuh makan.

Kalau yang punya gaji memang enak bekerja di rumah. Tapi seorang nelayan? Kalaupun mereka melaut, belum tentu pulang membawa ikan. Apalagi kalau tidak melaut.[]


Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Madura Breaking News💥 BKN Resmi Tunda Pelaksanaan Seleksi PPPK Tahap II😭 Peserta Wajib Tahu😭🆘

KKG Gugus 02 SD Pasongsongan Gelar Rapat Rutin Bulanan

Praktik Korupsi BSPS di Sumenep Terungkap, Kades 🅱️🅾️ngkar Sistem Jual Beli yang Merugikan

Besok‼️ Penyerahan SK CPNS dan PPPK di Sumenep, Momentum Awal Pengabdian bagi Ratusan Calon ASN

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Inspirasi Kepala Sekolah: Agus Sugianto Bangun Kedekatan dengan Murid SDN Panaongan 3😁

Workshop Deep Learning untuk Guru SD Pasongsongan👍👌 Tingkatkan Kualitas Pembelajaran🏆

Amazing‼️ SDN Panaongan III Buktikan Keterbatasan Bukan Penghalang Prestasi