Langsung ke konten utama

PT Garam Sumenep dan Kecemburuan Sosial

Catatan: Yant Kaiy

Dari dulu hingga kini, persoalan kepemilikan lahan PT Garam (Persero) Kalianget Sumenep selalu mengemuka. Menghias langit Madura sebagai Pulau Garam. Tidak tahu siapa yang benar dan salah. Namun bisa dipastikan, takkan ada asap kalau tidak ada api.

Saya sendiri sebagai warga Kota Keris Sumenep selalu mengikuti pemberitaan tidak sedap itu lewat media online. Terakhir ada aksi unjuk rasa di depan kantor PT Garam Kalianget Sumenep pada Kamis (8/6/2023).

Adalah Himpunan eks-Pemilik Lahan Garam yang melakukan aksi demonstrasi dengan membentangkan sejumlah poster bernada kecaman, kritikan dan gugatan. Mereka menyampaikan aspirasi; menuntut haknya sebagai pemilik lahan garam.

Sebagai BUMN, PT Garam di Sumenep ini memiliki lahan paling luas. Otomatis aktivitas produksinya juga paling besar. Walau begitu dalam sejarahnya pada 1998 tidak lagi jadi kantor pusat, tapi dialihkan ke Surabaya sebagai kantor pusatnya.

 

Warga setempat jadi kuli

Pernak-pernik solusi dari orang-orang cerdas tentu telah diaplikasikan PT Garam Sumenep untuk menekan gejolak warga sekitar lahan garam. Tapi entah kenapa permasalahan sama selalu timbul ke permukaan. Ini menandakan, trik cerdas belum sepenuhnya sukses menyelesaikan masalah.

Atau pihak terkait hanya bisa berpijak pada egosentris karena telah memiliki dokumen berkekuatan hukum tetap. Ini jelas akan menambah ruwet perusahaan itu sendiri.

Semestinya pendekatan sosial budaya juga diterapkan terhadap warga masyarakat sekitar. Kita tahu kebanyakan dari warga setempat hanya menjadi kuli di lahan garam. Mereka bekerja di bawah terik matahari tanpa jaminan hari tua.

Sementara pekerja di kantor mayoritas orang luar Madura. Mereka adalah pemegang kunci kebijakan. Otomatis kecemburuan sosial merebak.

Kita tentu ingat pepatah: Cucilah piringmu sehabis makan. Semewah apa pun sebuah restoran kalau tidak ada karyawan cuci piring, sudah pasti akan bangkrut. Gulung tikar.

Komposisi pekerja lokal dan luar semestinya berbanding lurus. Demi kesejahteraan bersama. Tidak ada lagi dikotomi. Tujuannya mencegah gejolak warga sekitar atas perlakuan kurang bijak.

Bisa jadi solusi ini akan menciptakan harmonisasi seluruh karyawan di PT Garam Sumenep, sehingga perusahaan senantiasa survive dalam kondisi apapun. Walau tidak mutlak berhasil, paling tidak bisa jadi nilai tawar.

Jaya selalu PT Garam Sumenep. Kau mereguk laut kami. Sadarlah!

- Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p