Langsung ke konten utama

Sumenep, Satu Tahun Kepemimpinan Achmad Fauzi

Bupati Sumenep Achmad Fauzi bersama Ketua DPC PWRI Sumenep Rusydiyono berbincang di Taman Andap Asor area Keraton Sumenep beberapa waktu lalu

Catatan: Rusydiyono*)

Jumat, 26 Februari 2021, sebuah momen penting tercatat dalam sejarah: Achmad Fauzi dilantik sebagai Bupati Sumenep (periode 2021-2024). Euforia demokrasi menggema. Harapan baru menyala.

Dan tanpa terasa, sejak dilantik 26 Februari 2021, kini 26 Februari 2022 kepemimpinannya telah berusia 1 tahun; telah berbentuk angka yang sempurna sebagai angka: 1. Bukan setengah, apalagi seperempat. Namun, bagaimana dengan beberapa kebijakan dan terobosan politiknya, sudah sesempurna angka 1 itukah?

Sejatinya, selama 1 tahun memimpin Sumenep, meski dalam situasi tak menentu karena badai Covid-19; dan meski harus menghadapi berbagai kompleksitas politik yang ada dan konfigurasi politik kepentingan (etis dan juga subjektif) yang cukup beragam, Achmad Fauzi telah memberikan banyak perubahan bagi Kota Keris Sumenep.

Sesuai dengan tagline kepemimpinan politiknya, #Bismillah Melayani, dibidang pelayanan, sejauh ini Bupati Achmad Fauzi telah menghadirkan layanan Call Center 112. Di mana dengan kehadiran layanan ini, keluhan masyarakat atau kejadian yang sifatnya darurat dengan cepat dapat diketahui dan tertangani oleh petugas berwajib.

Bahkan, Bupati Achmad Fauzi ataupun pejabat yang diberi wewenang bisa langsung memantau perkembangan sebuah persoalan yang sedang ditangani melalui Call Center 112. Ini tentu sebuah prestasi yang patut diapresiasi, dengan catatan pelaksanaannya tidak hanya terkesan 'memenuhi target inovasi'.

Selain menghadirkan layanan Call Center 112, sejauh ini Bupati Achmad Fauzi juga telah meluncurkan aplikasi HomPIMPA (Healt Indicator Modules with Appropriate Integred Metode for Proper Access of Health Information); Indikator Kesehatan dengan Metode Terintegrasi Tepat Guna untuk Akses Memadai Informasi Kesehatan.

Harapan Bupati, dengan hadirnya aplikasi  HomPIMPA ini, data kesehatan masyarakat Sumenep bisa terintegrasi menjadi satu. Sehingga, dapat memudahkan petugas medis dalam penanganan kesehatan.

Saya kira, dua terobosan itu adalah dua terobosan berharga yang mampu dicetak oleh Achmad Fauzi. Namun, saya berharap hal ini tidak menjadi dua yang terakhir dari periode kepemimpinannya. Artinya, kita berharap semoga akan banyak kebijakan-kebijakan inovatif lainnya yang bisa dilakukan Fauzi. Sebab, perjalanan masih panjang.

Dalam hemat saya, pasca 1 tahun memimpin Sumenep ini masih banyak yang harus dilakukan oleh Bupati Achmad Fauzi. Misalkan, reformasi birokrasi. Dalam 1 tahun kepemimpinan Fauzi, masalah ini nampaknya belum mendapatkan atensi serius.

Padahal, reformasi birokrasi menjadi masalah serius sangat yang penting untuk diperhatikan. Sebab, hal itu berkaitan dengan misi kepemimpinan politik Fauzi, yakni melayani. Bagaimana hendak melayani rakyat, jika birokrasinya rumit dan berbelit-belit?

Namun, terlepas dari semua itu. Kita yakin bahwa cepat atau lambat Bupati Achmad Fauzi akan melakukan reformasi birokrasi itu. Sebab, secara prinsipil, ia kerap menyatakan tidak mau orang-orang di sekitarnya hanya memiliki kecakapan retorik, tetapi gagal di dalam urusan pelaksanaan.

Di status WhatsApp, Bupati Achmad Fauzi pernah menulis. Katanya: “Sesungguhnya Dia Maha Tahu Sesuatu, maka tidak selalu yang kita inginkan ada dalam hidup ini, tapi selalu ada tentang yang kita butuhkan, karena sesungguhnya Dia Maha Tahu siapa yang bisa amanah menjaga titipannya, maka jangan selalu banyak bertanya tentang semua ini. Didalam doa ada rahasia indah maka berdoalah selalu, jangan lupa selalu bersyukur, hadapi dengan senyuman."

Pada tulisan ini, saya menangkap satu pesan bahwasannya Bupati Achmad Fauzi sedang memadu energi doa dan ikhtiar untuk menghadirkan sesuatu yang lebih baik, tetapi tidak dalam rangka mendikte Tuhan.

Di status WhatsApp lainnya, Bupati Achmad Fauzi juga pernah menulis, "Banyaknya kata-kata bukanlah bukti dari pikiran yang bijaksana, karena orang bijak hanya berbicara ketika dibutuhkan dan kata-katanya diukur sesuai kebutuhan, belajar sabar dalam hidup, jangan lupa sholat malam."

Dalam tulisan di atas, saya memandang Bupati Achmad Fauzi dalam masa kepemimpinannya tidak mau dikelilingi orang-orang yang hanya senang adu gagasan tetapi lemah di pelaksanaan.

Bupati Achmad Fauzi tidak mau disanjung dan ditimang yang pada akhirnya justru menjerumuskan, atau kata yang lebih populer 'Asal Bapak Senang' alias ABS. Bupati Fauzi hanya menginginkan pasukan yang bisa bekerja guna mewujudkan visi-misinya.

"Terus melangkah apapun keadaanya," tulis Bupati Fauzi. Kata-kata tersebut seperti jurus pamungkas setelah perpaduan doa dan ikhtiar dilakukan. Dan, saya semakin yakin bahwa Bupati Fauzi termasuk sopir yang pasrah tetapi tidak ugal-ugalan. Berani mengambil resiko dengan segala konsekuensinya, dan  tetap menyadari bahwa keselamatan penumpang berada di tangannya.

Dengan ini, maka sudah jelas bahwa sebenarna Bupati Achmad Fauzi sudah tahu apa yang harus ia lakukan selama memimpin Sumenep. Termasuk dalam mengelola pemerintahan Sumenep. Semuanya tampak hanya menunggu waktu.

Karena itu, sebagaimana kata Fauzi, hadapi semua itu dengan senyuman. “hadapi dengan senyuman” dan “… jangan lupa berdoa,” tulis Fauzi di status yang lain lagi.

Dimulai pada hari Jumat, maka perjuangan yang telah dilakukan harus diakhiri dengan hari yang 'Jumat' pula. Semoga...Amin.[]

*) Ketua DPC PWRI Sumenep Periode 2021-2024

Editor: Yant Kaiy





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p