Riwayat Syekh Ali Akbar Pasongsongan (5)
Penulis: Yant Kaiy
Dan
ternyata kaum pendatang yang ada di situ mampu beradaptasi dengan masyarakat lokal
tanpa mengalami suatu kendala berarti. Apalagi masyarakat Pasongsongan sudah
terkenal tidak alergi dengan kaum pendatang. Penduduk Pasongsongan menyambut
pendatang layaknya keluarga sendiri. Dengan satu catatan, kaum pendatang tidak
membuat onar. Tidak melakukan tindak kriminal atau kejahatan. Tidak berbuat
yang merugikan orang lain secara sepihak. Intinya warga Pasongsongan
menghendaki saling memberi keuntungan satu sama lain.
Sedangkan
untuk orang-orang dari Negara Timur Tengah juga membentuk komunitas tersendiri
di daerah Desa Panaongan-Kecamatan Pasongsongan dengan mendirikan pondok
pesantren sebagai wadah dari penyebaran agama Islam mereka. Pondok pesantren
tersebut berkembang cukup pesat juga seiring waktu terus bergulir. Bahkan
menurut cerita dari kakek Sri Sundari, untuk para santri yang menimba ilmu di
pondok pesantren tersebut ada yang dari Aceh dan kawasan Sulawesi serta dari
beberapa daerah yang ada di Madura. Baik dari Madura daratan ataupun kepulauan.
Dari
banyak perpaduan inilah pelabuhan Pasongsongan terus mengalami kemajuan yang
super mantap. Pelabuhan Pasongsongan menggeliat seiring waktu, menembus
kisi-kisi sosial budaya, merambah ke segenap penjuru nusantara. Pasongsongan
terus bersolek mempercantik diri menyongsong kemakmuran warganya. Meretas jarak
pemisah tanpa tedeng aling-aling lagi antara warga pribumi dan warga pendatang.
Mereka berbaur dalam hubungan kekeluargaan yang harmonis. Mereka bersinergi
dalam karya yang nyata demi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Sehingga tak
ada lagi sekat pemisah antara si miskin dan si kaya, karena mereka saling
mengisi antara yang satu dengan lainnya.
Pelabuhan
Pasongsongan masa lampau menjelma menjadi salah satu pintu gerbang utama dari
sekian banyak kekuatan ekonomi di wilayah Kerajaan Sumenep. Walau daerah
Pasongsongan telah menjadi pelabuhan terbesar di Madura dan menjadi aset
Kerajaan Sumenep akan tetapi Pasongsongan tidak pernah mengalami suatu
peristiwa penting yang bisa mengangkis namanya dalam tatanan sejarah monumental
yang mengagumkan. Tidak ada ahli sejarah satu pun yang mencatatkan Pasongsongan
ke dalam lembaran prasasti sejarah sehingga bisa menyejajarkan namanya dengan
pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di belahan nusantara.
Demikian
pula ketika masa pemerintahan Raja Bindara Saod, pelabuhan Pasongsongan tetap
adem-ayem, tidak ada hingar-bingar yang membuatnya menjadi lebih bernilai dan
bermakna, padahal di periode ini penjajah Belanda telah masuk ke Sumenep
kendati tidak mencaploknya. Pelabuhan Pasongsongan tetap berdiri kokoh tidak
tersentuh oleh kebiadaban tentara kolonial Belanda. Walau menurut para beberapa
pengamat sejarah yang ada di Pasongsongan sekarang, pelabuhan Pasongsongan masa
lampau sudah menjadi incaran atau target utama pimpinan tertinggi kolonial
Belanda untuk diinvasi, akan tetapi kehendak itu tidak terwujud lantaran ada
sebuah kekuatan besar yang namanya sudah terlanjur “menghantui” bagi penjajah
Belanda, yakni nama Syekh Ali Akbar.
Nama
Syekh Ali Akbar menjadi momok yang menakutkan bagi tentara Belanda karena
berkat sumbangsihnya terhadap Kerajaan Sumenep dalam memberantas kekuatan pasukan Belanda. Tentara
Belanda memang sering diberangus dan dirontokkan oleh sebuah kekuatan lain yang
ada di dalam Kerajaan Sumenep. Demikian pula ketika tentara Belanda hendak menduduki
Pasongsongan, Syekh Ali Akbar dan beberapa anak buahnya yang maju ke medan laga,
menghalau tidak hanya dengan adu fisik, melainkan juga dengan kekuatan doa Syekh
Ali Akbar sebagai ujung tombak yang begitu dahsyat. Pasongsongan terbebas dari
belenggu penjajahan.
Walau
Syekh Ali Akbar bukan merupakan panglima perang tetapi beliau adalah otak utama
dalam beberapa pertempuran melawan kekejian politik devide et empera,
produk politik perang Belanda jaman itu. Adu politik dan adu strategi antar
Belanda dan Kerajaan Sumenep tak mampu menenggelamkan pelabuhan Pasongsongan ke
dalam hegemoni kekuasaan kolonial Belanda. Pelabuhan Pasongsongan tetap berdiri
kokoh seperti batu karang yang tidak mudah terhempas kendati ombak besar
menerjang. Sebab bukan hanya sekali pasukan Belanda yang menggempur Kerajaan
Sumenep dari beberapa arah terutama dari arah pelabuhan Pasongsongan lewat
jalur laut, akan tetapi tentara Belanda tidak berhasil merontokkan kekuatan
Kerajaan Sumenep. Barangkali dari sisi inilah penjajah Belanda tidak
menempatkan ahli sejarahnya untuk mencatatkan nama pelabuhan Pasongsongan ke
dalam lembaran tinta emas mereka. Padahal mereka menyadari benar kalau
pelabuhan Pasongsongan merupakan pilar utama dalam sisi ekonomi dan telah
menjadi prioritas untuk dikuasai. Namun impian besar penjajah Belanda tidak
bisa direalisasikan. Niat itu hanya sebatas khayalan semata.
Pelabuhan
Pasongsongan tetap beraktifitas seperti biasanya, tak peduli dengan kemelut
perang di luar antara beberapa kerajaan dengan tentara Belanda. Pelabuhan
Pasongsongan tidak tersentuh sama sekali oleh keberingasan penjajah Belanda.
Pelabuhan Pasongsongan terus dibanjiri oleh orang-orang dari berbagai daerah
untuk berniaga. Mereka merasa nyaman dan aman berada di pelabuhan Pasongsongan.
Demikian pula dengan orang-orang yang menuntut ilmu agama Islam di pondok
pesantren yang ada di Pasongsongan, tidak merasa khawatir dengan adanya agresi
tentara Belanda yang bakal mengancam mereka sewaktu-waktu, karena mereka
percaya dan yakin jika masih ada sosok Syech Ali Akbar semuanya dalam situasi
dan kondisi aman terkendali. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.