Riwayat Syekh Ali Akbar Pasongsongan (16)



Penulis: Yant Kaiy

 

Kemenangan Perang Aceh

Alkisah, setelah mengarungi samudera luas berhari-hari. Dan diombang-ambingkan gelombang tanpa henti. Demikian pula tiupan angin kencang yang berhembus tanpa peduli, cukup ganas dan menakutkan.  Akhirnya kapal perang Kerajaan Sumenep mendekat di daratan Kerajaan Aceh. Kapal perang itu diperintahkan oleh Nyai Agung Madiya untuk tidak berlabuh. Ya, Nyai Agung Madiya sengaja ditunjuk oleh Raja Sumenep untuk menjadi panglima perang.

Nyai Agung Madiya adalah putri tercinta Syekh Ali Akbar. Usianya masih muda. Parasnya cantik, anggun dan berwibawa. Sikapnya yang tegas dan pemberani melekat kuat pada kepribadiannya. Penampilannya kharismatik nan bersahaja sebagai perempuan.

Di pesisir pantai Kerajaan Aceh tentara Belanda sudah bersiap-siaga, tinggal menanti aba-aba dari komandan perangnya. Tentara Belanda dengan senjata lengkap sudah mengarahkan moncong senjatanya ke kapal perang Kerajaan Sumenep. Di sela-sela yang menegangkan itulah Nyai Agung Madiya naik ke atas buritan kapal. Beliau tidak mengeluarkan suara apa-apa. Beliau hanya melihat dengan mata kepala telanjang ke arah tentara Belanda. Aneh bin ajaib. Tiba-tiba tentara Belanda sontak kocar-kacir. Mereka semua pada lari terbirit-birit. Ada semacam ketakutan teramat sangat yang menghinggapi mereka. Rasanya tidak masuk akal, tapi itu nyata keberadaannya.

Otomatis seisi kapal perang dari Kerajaan Sumenep merasa takjub terhadap Nyai Agung Madiya. Mereka terheran-heran menyaksikan pemandangan mengagumkan tersebut. Mereka tidak habis pikir. Tapi mereka sangat senang karena mereka menang perang dengan begitu mudah. Kemenangan yang tidak harus melewati pertempuran berdarah-darah. Sungguh luar biasa karena  tidak ada satu korban pun di pihak pasukan perang Kerajaan Sumenep.

Seisi kapal  perang Kerajaan Sumenep mengeluk-elukkan nama Nyai Agung Madiya. Mereka bersorak-sorai menikmati kemenangan yang direbutnya dengan sangat mudah.  Mereka tidak  pernah membayangkan kalau akan terjadi demikian. Nyai Agung Madiya menimpali kalau apa yang yang telah terjadi tersebut semata-mata karena adanya campur tangan Allah SWT. Karena inayah dan ridha-Nya yang membuat sesuatu yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin terjadi. Nyai Agung Madiya tidak serta-merta pongah atas kemenangan tersebut. Beliau tetap menyandarkan segala sesuatu kepada Sang Khalik.

Kemudian, barulah kapal perang Kerajaan Sumenep diperintahkan berlabuh oleh Nyai Agung Madiya. Beliau dengan pasukannya kemudian menginjakkan kakinya  di tanah Kerajaan Aceh. Kendati begitu, tentara Belanda masih menembak.

Tentara Belanda pun mundur dari bumi Aceh dan menyerah tanpa syarat. Pasukan tentara Belanda mengakui kekalahannya.

Menurut cerita KH. Imam Arifin dan Mansup Adi Kusuma, Nyai Agung Madiya dan pasukannya diterima penuh suka cita dengan rakyat dan Raja  Kerajaan Aceh. Setelah beberapa hari tinggal di bumi Aceh dan mendapat perlakuan istimewa dari raja dan rakyat di kerajaan Islam tersebut, barulah beliau dan anak buahnya kembali pulang ke Pulau Madura. Kepulangan yang berbuah manis dan sangat mengesankan untuk dikenang sepanjang hayat dikandung badan.

Masih menurut KH. Imam Arifin dan juga beberapa keturunan Syekh Ali Akbar, menegaskan bahwa, selama Nyai Agung Madiya tinggal di Kerajaan Aceh, beliau mendapat gelar “cut”. Gelar ini merupakan salah satu gelar kebangsawanan di Aceh yang diperuntukkan bagi kaum perempuan. Gelar ini dapat pula diturunkan sampai ke anak cucunya jika perempuan bangsawan tersebut menikah dengan laki-laki dari kalangan bangsawan juga.

Kemenangan perang mengusir kompeni Belanda ini tentu tidak lepas dari andil Syekh Ali Akbar. Berkat karomah beliau dan doa mustajab serta petunjuknya dalam menghadapi perang melawan Belanda, akhirnya kemenangan dapat direngkuhnya. Strategi pintar yang dimainkan Nyai Agung Madiya tersebut adalah arahan dari ayahandanya semata.

Semua strategi, taktik dan siasat perang yang dijalankan Nyai Agung Madiya memang idenya dari Syekh Ali Akbar. Tegasnya, Nyai Agung Madiya hanya menjalankan taktik dan siasat perang sesuai dengan petunjuk ayahandanya.

Siapa yang bisa menyangka, pasukan kecil dari Kerajaan Sumenep bisa menumbangkan kekuatan pasukan besar kompeni Belanda yang didukung dengan senjata lengkap. Jumlah pasukannya juga jauh lebih banyak. Semua ini menunjukkan kekuasaan Allah SWT yang tiada batasnya. Di luar jangkauan nalar manusia itu sendiri.

Ada catatan dari Mansup Adi Kusuma, bahwa setelah keberhasilan Nyai Agung Madiya menumpas tentara Belanda di Aceh, ternyata beliau belakangan diketahui kembali berangkat mengangkat senjata lagi di sana. Kendati bukan lagi bersama dengan pasukan Kerajaan Sumenep. Menurutnya, Nyai Agung Madiya terlanjur sudah dekat dengan masyarakat Kerajaan Aceh. Apalagi banyak diantara para santri dari Aceh yang menimba ilmu agama Islam di Pasongsongan. Barangkali ini pula yang menjadi salah satu faktor kenapa Nyai Agung Madiya kembali mau  membantu Kerajaan Aceh yang terus mendapat gempuran dari tentara kolonial Belanda.

Opini Mansup Adi Kusuma ternyata bukan isapan jempol semata, Ustadz Komarudin juga menambahkan, jika Nyai Agung Madiya pergi berperang ke Aceh, beliau ada di Aceh kadang lebih satu bulan lamanya. Maka tidak heran kalau Nyai Agung Madiya hanya memiliki satu putra saja, yakni  Kiai Klompang. Berbeda jauh dengan keenam  saudaranya. Paling sedikit saudara Nyai Agung Madiya yang lain memiliki keturunan 6 orang.

Bahkan ada sebuah sudut pandang dari kalangan orang Pasongsongan yang menyatakan kalau Nyai Agung Madiya meninggal di Aceh dan dikuburkan di sana. Ia tewas di tangan penjajah Belanda saat ia lari ke tengah hutan. Anak buahnya yang sebagian besar warga Aceh meninggal semua saat tentara Belanda berhasil mengepungnya. Nyai Agung Madiya gugur sebagai syuhada setelah beberapa peluru menembus tubuhnya.

Tetapi juru kunci Astah Syekh Ali Akbar, Kiai Hasbullah menerangkan kalau kuburan Nyai Agung Madiya ada di lingkungan Astah Syekh Ali Akbar.  Namun sebagian keturunan Syekh Ali Akbar ada yang berpendapat lain, bahwa kuburan Nyai Agung Madiya yang ada di Pasongsongan bukanlah kuburan jasad beliau, melainkan kuburan barang berharga yang  pernah dimiliki Nyai Agung Madiya. Wallahu a’lam bish-shawab. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Salurkan Sedekah di SDN Panaongan 3

Abu Supyan: Kepala SD yang Memiliki TK Satu Atap Diminta Segera Urus Izin Operasional

Anak Yatim di SDN Panaongan 3 Terima Santunan dari BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Kabupaten Sumenep

Saran Agus Sugianto dalam Rapat KKG SD Gugus 02 Pasongsongan

Agus Sugianto Sependapat dengan Pengawas Bina SD, Dorong Pengurusan Izin Operasional TK Satu Atap

Notulen Rapat KKG PAI Kecamatan Pasongsongan Awal 2025

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

KKG SD Gugus 02 Pasongsongan Gelar Rapat Penyegaran dan Konsolidasi

Program Guru Tamu SDN Panaongan 3, Meningkatkan Kesadaran Perlindungan Perempuan dan Anak

Rapat KKG PAI Kecamatan Pasongsongan, Serah Terima Jabatan dan Permintaan Maaf