Sungai Darah Naluri (34)
Novel: Yant Kaiy
Tiba pada sebuah waktu dalam perjalanan nan gamang. Kujumpai beraneka ketidak-wajaran terlalu naif kesan pertamanya. Tak sanggup kumenatapnya meski aku harus mafhum betul atas sikap diri dalam beradaptasi. Sekelumit tanya merona, mengapuri senja kalbuku, ada baris-baris sesal bersandar pada asa terus membara. Kuungkapkan lewat bahasa yang disempurnakan dengan maksud sesungguhnya, dari garis yang sukar ditebak dan diluruskan. Akhirnya timbullah rumah kelucuan dengan bangunan lamunan berpagarkan naluri yang tak beribu kelicikan.
"Kapan kau dapat membuktikannya?..."
"Entahlah, sebab hujan masih dalam mimpi!”
“Apakah
kau seorang paranormal?..."
Ia kembali
mengulitiku. Tangannya lincah bermain, menyasar segala yang dapat disentuhnya.
"Barangkali kau melihat binar-binarnya saja."
“Benarkah?”
"Sudah kuumumkan lewat corong iklan. "
"Tetapi terlalu sedikit kesempatannya!??"
Ia menatapku dalam, hampir melahap semua
ragaku, tak bersisa. Lebih
jauh diriku tak mungkin membuatnya patah semangat,
lantaran kami saling membutuhkan dalam segala hal. Tak jarang aku dibuatnya
teler dengan berbagai pertanyaan serta beragam minuman kecurigaan, namun diriku tak sampai
mabuk hingga kami menemukan noktah kebersamaan, dan teka - teki itu masih
mengambang di antara jejak tak dapat dibaca kendati aku harus jungkir-balik di atas kebebasan
mengeluarkan pendapat dan jaminan seutuhnya. Aku membutuhkan keterbukaan yang
dapat dipertanggung-jawabkan keabsahannya, bukan malah membuat sikap bertolak
belakang atau sekedar menampik apa yang menjadi kewajiban seorang pembantu.
Aku lolos dari dekapan kegagalan yang tak dapat aku bentangkan pada
sebuah cita dan aku harus meninggalkan profesional yang sudah dapat
membangunkan asa yang tumbuh pada tanah gersang serta berbatu. Ada sesuatu yang terasa
berat untuk dikenangkan. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.