Tembang Santet (Bagian XIl)
Cerpen: Yant Kaiy
Rasanya saya mau mati
saja apabila tak ingat akan dosa. Tapi, istri serta anak saya satu-satunya akan
selalu menunggu kehadiran saya. Bagaimana nanti nasibnya kalau saya tiada?
Apalagi orang-orang di desa ini banyak yang tidak menyukai kehadiran saya lagi.
"Sekian dulu ya,
Mas! Dari isterimu yang selalu kangen!”
Begitulah istri saya
mengakhiri oretannya di atas kertas putih yang sudah lusuh. Ya Allah, mengapa
rindu ini harus terpendam lagi?
***
Adzan isya telah
berkumandang lewat pengeras suara di masjid-masjid. Serasa jiwa dan raga ini
terpanggil buat shalat berjamaah di masjid tempat saya ketika masih belum
dipenjara. Mungkin di sana akan dapat saya temukan penyejuk hati di tengah
gundah, rindu, waswas, kecewa menyelimuti sukma. Insya Allah di sana akan saya
dapatkan kedamaian tak berpantai.
Saya tumpahkan
beribu-ribu penyesalan di pundak yang kian sarat saja. Karena saya yakin Sang
Khalik akan mendengar keluh-kesah hamba-Nya. Apalagi saat ini saya tak mempunyai
uang sepeser pun. Dalam hati kecil terpatri keyakinan bahwa saya akan
secepatnya menyusul mereka berdua nun jauh di sana.[]
Publish: Koran Jaya Karta (15/2/1992)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.