Jadah (III)
Jadah (III)
Puisi: Yant Kaiy
suatu senja nan menjingga
di saat luka kian menganga
aib ibu sontak menelanjangi seluruh hidupku
rasa malu bak hujan peluru, memburu, seru
amarah mampu menyulap kepribadianku;
bimsalabim habra ke dabra
aku kesetanan. aku lupa segalanya
iblis manakah yang menyusup ke sele-sela nuraniku
tiba-tiba aku mengutuk dia habis-habisan
kukencingi kuburnya, di mana dia terbujur abadi
kuludahi dia, cuh....
seperti mereka yang telah meludahiku
seperti mereka yang telah melemparku
aku kecewa. aku marah besar
jalan napasku tersendat, berat, dan berkarat
mengapa aku harus menelan kepahitan ini
mengapa, mereka selalu menertawaiku
mengapa harus aku menerima kepedihan ini?
laraku kian utuh
dukaku kian membanjir, mengalir, terus mengalir
anganku pun melayang tak tentu rimbanya
tiba - tiba aku mabuk
di balik lampu remang-remang
di antara dentingan sloki, dan
asap nikotin yang membikin pusing
seketika nafsu berahiku tak terbendung
menerjang-terjang
segenap persendian
membakar darah
kelelakian
bergejolak di tengah
kehausan
bergelora laksana
lahar
di sayup-sayup alunan
musik romantis
kumuntahkan semua pada
tubuh tanpa sehelai benang
akhirnya kubaui wanita
lacur itu
aku puas. ia menerima,
aku memberi
ha… ha… ha…
Pasongsongan, akhir 1994
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.