Foto Dok.Pribadi |
Catatan : Herry Santoso
Sari(25) memang tak
pernah mengenyam pendidikan tinggi. Cukup SMA, tetapi dalam menghadapi
terjangan badai Covid 19 tak pernah gundah.
Terbukti, meski kabut masih membalut pagi ia sudah bekerja
meramu menu dawet ayu.
"Entah, sampai kapan Om, saya bertahan action di dawet ayu seperti ini, "
ucapnya datar saat ditemui apoymadura.com
di rumahnya Desa Jatilengger, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Bagi desa yang letaknya 5 km sebelah barat kota.Blitar itu,
dawet ayu memang cukup ironis.
lantaran ada sekitar 14 stand yang berjajar di pinggir jalan provinsi (sekarang
jalan nasional B, Red ) Blitar -
Kediri.
"Sehari dapat berapa ?" tanya penulis pada gadis
cantik bersahaja itu. Ia pun mengaku jika rame mampu mengantongi Rp 300 ribu.
"Tapi sekarang sepi. Dapat seratus saja ngoyo," akunya setengah mendesah.
Image Buruk
Sari Hapsari (begitu nama panjangnya), merasa cuek dengan image
miring yang melekat konon rata-rata penjual dawet ayu "nakal".
"Itu fitnah nan kejam, Om !" sergahnya, "kami di
sini juga pengusaha binaan perbankan. Kami mengais rejeki halal, dan pelaku
ekonomi kerakyatan, " lanjutnya berkilah. Sari cukup sedih dengan tudingan
miring itu.
Sungguhpun demikian, ia cukup banyak maklum (mungkin) karena
nila setitik rusaklah susu sebelanga.
"Yang penting saya jujur. Karena di depan sana ada mimpi,
potensi dan kesempatan yang nenanti, Om " ujarnya berfilsafat.
Covid-19
Ketika ditanya tentang merebaknya wabah corona, Sari menyatakan
semoga cepat berlalu.
"Ya, semoga cepat
berlalulah, Om. Jujur omset saya merosot nich, hehe..."
Rasa dawet ayu itu sendiri memang khas, legit dan harum. Air
gulanya kental dan bersih, pertanda dari gula merah pilihan. Artinya gula dari
nira kelapa murni yang dalam proses pembuatannya tanpa tambahan obat. Setelah
jadi dawet per mangkok cuma dibandrol Rp 4.000 ribu.
"Hati-hati lho Om, jangan hanya tergoda karena manisnya
saja, bisa-bisa di balik itu ada racun yang berbahaya hehe..." pungkasnya
sembari mengerlingkan matanya.
"Seperti, kamu ?" tukas penulis. Ia tertunduk menahan
senyum, mengakhiri perbincangan kami. (Jf.id /apoymadura.com)
Komentar
Posting Komentar