Penjaga Sekolah Terlupakan: Kemana Hati Nurani Negara❓🇲🇨

Penjaga sekolah indonesia

Ketiadaan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2025 bagi penjaga sekolah adalah tamparan keras bagi rasa keadilan sosial. 

Di tengah dunia gemerlap reformasi birokrasi dan janji pemerintah untuk menyejahterakan tenaga honorer, para penjaga sekolah justru seolah menjadi kelompok yang sengaja disisihkan. 

Ini bukan sekadar pengabaian administratif, ni adalah bentuk ketidakpedulian sistemik yang menyakitkan.

Di balik dinding sekolah, saat siswa dan guru telah pulang, merekalah yang tetap berjaga. 

Saat fajar belum menyingsing, merekalah yang lebih dulu tiba. 

Dalam sunyi dan sepi, para penjaga sekolah memastikan ruang-ruang belajar tetap aman, bersih, dan layak pakai. 

Inilah pernak-pernik ilustrasi penjaga sekolah yang menyedihkan. 

Tapi, ironisnya, dedikasi mereka selama puluhan tahun justru tak cukup dianggap layak untuk mendapatkan pengakuan formal sebagai PPPK.

Mengapa Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) tak menyusun regulasi yang berpihak pada mereka? 

Mengapa tak ada formasi PPPK khusus bagi penjaga sekolah yang sudah bertahun-tahun mengabdi dengan gaji pas-pasan, tanpa jaminan masa depan? 

Apakah karena mereka bukan bagian dari fungsi "pengajaran", maka lantas dianggap tak punya kontribusi dalam dunia pendidikan?

Pendidikan bukan hanya tentang kurikulum, guru, dan murid. Ia adalah ekosistem. 

Dan penjaga sekolah adalah fondasi diam yang selama ini menopangnya. 

Tanpa mereka, tak akan ada ruang kelas yang siap pakai, tak ada lingkungan sekolah yang aman dari ancaman pencurian atau kerusakan. 

Lalu mengapa mereka diperlakukan seolah tak penting?

Duh! Keprihatinan ini bukan hanya dirasakan oleh para penjaga sekolah dan keluarganya, tapi juga oleh banyak pihak yang melihat bahwa negara telah gagal memenuhi rasa keadilan bagi mereka yang berada di lini belakang pelayanan publik. 

Bukankah semangat PPPK adalah untuk memberikan kesempatan setara bagi tenaga honorer yang telah mengabdi lama? 

Mengapa itu tak berlaku bagi mereka?

Jika pemerintah terus abai, maka ini bisa menjadi preseden buruk: Bahwa loyalitas dan pengabdian puluhan tahun tetap bisa dibalas dengan pengabaian sistematis. 

Negara seharusnya hadir bagi yang paling tak bersuara. Jika penjaga sekolah saja tak diberi ruang untuk diangkat sebagai PPPK, lalu kepada siapa lagi mereka harus berharap?

Sudah saatnya KemenPANRB mengoreksi arah kebijakan. Buatlah regulasi yang adil, bukan sekadar administratif. 

Lantaran penghargaan atas pengabdian tak hanya soal gaji, tapi soal pengakuan, kepastian, dan penghormatan atas peran yang kerap luput dari sorotan. 

Iming-iming

Beruntung pada seleksi kompetensi PPPK 2025 kemarin, para penjaga sekolah tersebut bisa ikut tapi tidak jadi penjaga, namun harus memilih jadi tenaga teknis pada dinas lain, bukan jadi tenaga kependidikan lagi. 

Kendati begitu, para penjaga sekolah  tidak puas ikut seleksi kompetensi PPPK kemarin. Mereka terpaksa ikut karena iming-iming masuk database BKN. 

Para penjaga sekolah jiwanya sudah menyatu dengan dunia pendidikan. Mereka ikhlas walau dengan upah lebih rendah dari tukang parkir. [Surya]


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

SMPN 1 Pasongsongan Perkenalkan Program Pendidikan kepada Siswa SDN Panaongan 3 dalam Sosialisasi Penerimaan Siswa Baru

Herbal Gondowangi Bondowoso Beri Bantuan Sepatu Olahraga ke Siswa SDN Panaongan 3 Sumenep yang Berlokasi di Desa Terpencil💥

Penyembelihan Hewan Qurban di Pendopo Therapy Banyu Urip Berlangsung Lancar🔥

Miris‼️ Warga Pasongsongan Merasa Khawatir, Jembatan Sungai Angsono Masih Gelap Gulita😎

Herbal Gondowangi Bondowoso Berikan Bantuan Sepatu Olahraga untuk Siswa SDN Panaongan 3 Sumenep🔥

Sumenep Digegerkan Dugaan Korupsi BSPS: Kepala Desa Dungkek Beri Klarifikasi Sepihak😁

Soal-soal ASAT Bahasa Madura Kelas 4 SD Lengkap Kunci Jawaban🔥