Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (39)



Novel: Yant Kaiy

Sangat aku akui memang, selama aku bergelut di dunia baru tak pernah membangkitkan gairah dunia masa lalu yang kuselami sampai ke dasarnya. Aku terus dibentur oleh beraneka tuntutan hidup, senantiasa menganga lebar, menadah air hujan jatuh pada ladang kemarau naluriku hampir terdampar di antara emosi diri berhalusinasi. Mengambang akhirnya dalam keletihan tak pernah berhenti mengguncang sukma, kecuali hati kecil ini tak mungkin aku pungkiri sepanjang perjuangan... Bah, mengapa aku terperosok pada pengertian amat ironis.

Kedengarannya lagu lama memang, seharusnya aku tak berada pada posisi sungguh sulit untuk dibaca oleh banyak mata api di bawah rindang dedau nan hati nurani. Benarkah itu semua adalah sebagian nafeu yang tercecer pada sebagian buruh pemalas? Datang lalu pergi selembar raga nasionalistis obyektif dan akurat pada waktu silih-berganti, tak pernah menghiraukan akan kebingungan pengabdian nan tersisa, terpotong oleh pelangi sangat rapi dipandang bola mata, tergambar sebuah pisau pengorbananku di sana, namun diriku belum sempat berkata apa saja tentang dunia kecil yang sempat kukasihi, lantaran hidup, mati dan rejeki rahasia Tuhan. Semuanya tampak masih ingin berdiri di kaki tak berdaya.

Mengangguk pelan kepalaku sembari menyadari sepenuhnya tentang kemelaratan, penderitaan kronis, kesengsaraan menusuk jantung, ketika sebuah gelora ombak bergelombang menghantam dinding karang hak terlupa dan hampir tergilas dengan bangsat. Aku terbelenggu debu jalanan berterbangan serta menghalangi pandangan lebih luas kepada masa depan, tetapi aku masih juga ingin memperbaiki sikap sebijaksana mungkin agar tidak berdosa di pandangan mereka.

Semua manusia ingin merasakan malam putih diselimuti ketentraman berseri, kalaupun masih ada ruang kesempatan berteriak, mungkin aku terlebih dulu menyusupi lubang yang terdapat di antara kebosanan membukit, apalagi tidak mungkin dihancurkan dengan bukti nyata... Salahkah jikalau aku ingin terbang jauh menyusuri padang rumput pergaulan terhadap orang-orang kerdil serta rapuh senantiasa. Aku menyadari akan Luka yang seringkali membangkitkan daya protesku, dan ia bersama dengan Bagus serta Sabar. Aku pun tak mengelaknya akan kehadiran kabar burung kepastian yang terbang di antara kabut hak asasi mengepung kenyataan. (Bersambung)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p