Langsung ke konten utama

Postingan

Arti Tembang Artate di Macapat Sumenep

Catatan: Yant Kaiy Dari sekian banyak tembang Macapat, ada satu tembang yang sering dikidungkan pada pagelaran Macapat di Sumenep, yakni Artate (Dandanggula). Menurut Kiai Haji Ismail Tembang Pamungkas, bahwa tembang Artate bermakna: Arte’e sampe’ ngarte (artikan sampai paham betul).   Kiai Haji Ismail merupakan seorang pakar Macapat Madura sekaligus da’i kondang berasal dari Kota Keris Sumenep. Ia menambahkan kalau yang menciptakan tembang Artate adalah Sunan Kalijaga.   Kita tahu kalau syair-syair yang terdapat dalam Macapat banyak mengajarkan kebajikan dalam hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam sekitar, dan bakti manusia kepada Sang Khalik.[]   Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com   Baca juga: “Rokat Pandhebeh” Macapat Sumenep

Harga Tembakau Madura 2021

Catatan: Yant Kaiy Tidak ada pemangku kebijakan ambil peduli terhadap nasib hidup petani tembakau di Sumenep. Petani tetap merugi karena harga tembakau tahun ini tetap sama seperti tahun kemarin.   Memang gudang besar pabrikan rokok masih belum buka. Jadi yang membeli tembakau petani adalah pedagang. Sedangkan pedagang tak ingin berspekulasi membeli tembakau dengan harga tinggi. Tentu dirinya tak mau merugi.   Kita tahu, proses mulai   menanam tembakau hingga panen amatlah panjang. Tidak sedikit biaya yang mereka keluarkan. Kalau dikalkulasi, biaya pengeluaran lebih besar ketimbang pendapatan. Plus tenaga petani dan keluarganya yang tidak dihitung selama bekerja.[]   Yant Kaiy, penjaga gawang www.apoymadura.com

Orang Tua Merantau, Anak Ditinggal

Catatan: Yant Kaiy Faktor ekonomi yang menyebabkan orang tua merantau.   Mencari sesuap nasi. Di tanah kelahirannya tak menjanjikan hidup layak. Walau bekerja membanting tulang, tetap saja miskin. Terpaksa tinggalkan anak-anak mereka, cucurkan air mata. Kidung kerinduan pun tak terbendung. Sangat menyedihkan terdengar.   Bertahan mereka akan tergilas oleh kebutuhan: Sandang, pangan, melayat orang meninggal dunia, menghadiri undangan pernikahan, membesuk orang sakit, datang kerumah tetangga yang melahirkan. Semua itu memerlukan uang. Karena kita datang wajib hukumnya membawa buah tangan.   Belum lagi keperluan pulsa, token listrik, bahan bakar minyak sepeda motor, LPG untuk dapur. Semua tak bisa dihindari. Plus rumah yang mungkin segera diperbaiki karena usianya tua.   Itulah kondisi riil masyarakat disebagian besar wilayah Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Diantara para orang tua itu ada yang jadi penjaga toko di Jakarta, membuat batu bata di Kalimantan, tukang

“Rokat Pandhebeh” Macapat Sumenep

Pagelaran "Rokat Pandhebeh" Macapat Sumenep Madura. (Foto: Yant Kaiy) Catatan: Yant Kaiy Macapat merupakan seni tradisi warisan nenek moyang orang Madura. Warisan budaya ini kadang masih tetap terdengar mengalun lewat loudspeaker. Tapi tidak seperti ketika saya masih kecil. Ya, tidak seperti diera 1980-an.   Kemarin malam di Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep (Senin, 2/8/2021), suara tembang macapat terdengar hingga menjelang subuh. Masyarakat luas tahu kalau hal itu acara “rokat pandhebeh”.   Pagelaran “rokat pandhebeh” biasanya dilaksanakan setelah acara perkawinan. Kadang pula terselenggara diacara penting lainnya. Misalnya seperti “petik laut”. Sebagian diantara warga masyarakat masih ada yang percaya, bahwa “rokat pandhebeh” sebagai media menatalkan barokah.   Wujud cinta terhadap macapat Madura sebagai bagian sikap bijak, bahwa kita masih menjunjung nilai-nilai budaya warisan para leluhur.[]   Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com

Pasir di Pesisir Pantai Pasongsongan Habis

Kondisi pantai Pasongsongan-Sumenep. (Foto: Yant Kaiy) Catatan: Yant Kaiy Ketika 1990-an bukit pasir sepanjang pesisir pantai Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep masih terlihat menjulang. Seseorang yang berkendara mobil atau sepeda motor yang melintas disepanjang pesisir Pasongsongan tidak akan melihat laut. Pandangan mereka terhalang bukit pasir.   Tapi kini bukit pasir itu telah habis. Abrasi pun tak bisa dihindari. Air laut tak terbendung mengikis tanah di sepanjang pesisir pantai Pasongsongan. Maka tatkala air laut lagi surut, batu karang tampak menghampar luas.   Bertahun-tahun masyarakat pemilik lahan pesisir menjual pasir. Truk-truk pengangkut pasir saban malam berseliweran di jalan raya Kecamatan Pasongsongan. Seolah tidak ada yang ambil peduli. Padahal perbuatan tersebut melanggar hukum; baik hukum agama maupun hukum negara.   Semoga kedepan kita tidak   tergolong sebagai orang-orang perusak alam ciptaan Tuhan. Sebagai manusia beradab, kita tentu tidak ing