Langsung ke konten utama

Postingan

Antologi Puisi “Tawa Terperosok Duka” (14)

Karya: Yant Kaiy J a tuh d al a m Pelukan buat lia   keluguanmu menghanyutkan pesonaku seakan mend a p a t sebutir permata walau kecil di mata mereka toh, kau telah mengobati kecewaku d a lam perjalanan yang kugariskan sebelum rintik berhenti di pengembaraan mengidungk a n kegundahan mencabik   sentuh a n gemulaimu di jiwa bahwa senyum lepasmu membuat lebur segal a ny a bahkan, kau sen a nti a sa menemaniku p a da seujung kes em patan sempit   s impanlah rindumu aku pasti d a tang kemb a li. Pasongsongan , 24/12/95   Sungai Air Mata bukan kemiskinan siksa itu ternatal tapi fitnah menghancurkan asa kami ketika mereka memvonis biadab terhadap tingkah kesalahan yang belum pernah kami perbuat   semua orang tahu kau telah melanggar dosa hanya terselematkan baju kekayaanmu atas kuasa dipaksakan pada kaum awam pengertian dangkal mudah disusupkan pada alam pikir mereka haus harta   kami terus tersudut di belantara takdi

Antologi Puisi “Tawa Terperosok Duka” (13)

Karya: Yant Kaiy Sung a i Senja k a u lebih banyak diam aku tahu itu bagian s ikapmu tak pantas aku memak sa kehendak u a palagi status kita masih belu m pasti   sungai kasihku mengalirkan asamu aku sendiri juga tak tahu harus berkat a ap a di depanmu gerakanku jug a begitu kaku hasratku lalu cair tanpa sebab mengkristal di a ntar a b atu- batu sungai temp a t b a ju, kutang dan celan a dita m b a tkan   kita tingg a lkan senj a p a da sungai m eng a lirlah dengan ten a ng seiring l a ngkah k a ki d a n b e nak   dian m a tamu t iba- tiba mengusikku kukecup dala m inpi a n kau tersenyum penuh arti kini kutak mengerti dibalik senyummu sungguh . Pasongsongan , 23/12/95   Perjalanan Hasrat kususun kembali kolase a ng a n a da bayangmu mencubit musim kuterjag a sebelum mel a ngk a h perasaan berat telah mengu a sai pribadiku kuserahkan pada situasi malam beribu - ribu tangan m emintaku aku akhirnya menyerah.

Antologi Puisi “Tawa Terperosok Duka” (12)

Karya: Yant Kaiy Elegi Rindu Semusim sama sekali tak ada niat aku menutup tentang jati diri sesungguhnya tentang suasana tanah kelahiran tentang keluargaku yang teraniaya tentang duka mendera raga tak berdaya hidup seperti dalam jurang neraka   kukupas hingga tak bersisa kau terbawa pada iramaku air mata pun tumpah ke permukaan nurani tiada yang mau ambil peduli sejumput pun tidak ada perasaan senasib dari kawan lama dari vonis berat sebelah pada keluarga memenuhi ruang hidupku   kalaupun kau bangga terhadap kami itu sesungguhnya hanya pemanis bibir tak mungkin lagi aku terlena bukankah begitu orang tua mengajariku masih kuingat itu semua   setelah sekian lama kita merajut impian dalam satu arah, menuju kejujuran menuju arah fantasi beraromakan senyum kita dipertemukan kembali detik ini apakah kau merasakan nikmatnya? Pasongsongan, 28/08/95   Perjump a an buat lilik   kutelusuri sekitar rumah itu k a u tak muncul ju

Antologi Puisi “Tawa Terperosok Duka” (11)

Karya: Yant Kaiy Cemburu dan Benci rasa bersalahku kian membuncah menjerat sekujur persendian padamu sebelum meninggalkanku merana seorang diri menyesali takdir di kamar dalam keterasingan berbaur cemooh acapkali terhempas lamunan   kusadari sepenuhnya sekian lama pelitamu cukup menerangi gelap kalbuku aku jadi membenci diri sendiri mengapa kusikapkan satu kesalahan tanpa ada satu pertimbangan sebelumnya. Pasongsongan, 29/08/95   Jalan Malam malam ini mengingatkanku pada masa dua tahun lalu tidak banyak berubah kasihmu terlalu tulus kunikmati membuatku teduh di kotamu aku tak mampu membalas semuanya kecuali hanya bisa mengimbangi opinimu dan membawaku pada realita dimana kita pernah berjuang penuh harap dimana kita pernah menangis bersama jika hati teriris kecewa lalu kita geliatkan harapan terpendam pada gelombang samudra menggunung yang berkecamuk tiada peduli topanpun berhenti dikehangatan usia tatkala kita ada di pel

“Sang Penyair” di Lesehan Sastra Lesbumi Pasongsongan

Catatan: Yant Kaiy Malam ini (Selasa, 1/6/2021), di Kantor MWC NU Pasongsongan-Sumenep digelar Lesehan Sastra Lesbumi Pasongsongan dengan membedah cerpen “Sang Penyair” karya saya. Hadir sebagai pembanding Maniro AF, salah seorang wartawan media online Yogyakarta. Sedangkan moderator Ebi Langkung, penyair nasional yang karya-karyanya bertebaran di mass media.   “Sang Penyair” dipublikasikan pertama kali disalah satu koran terbitan Jakarta, Swadesi (edisi Minggu, 4/8/1991). Cerpen ini terinspirasi dari kedekatan saya dengan seorang sahabat. Dia sering berkunjung ke gubuk saya di Dusun Pakotan Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Dia belajar menulis sastra pada saya, terutama puisi.   Karena guncangan permasalahan dan pertentangan pribadinya sama kedua orang tuanya, teman saya ini akhirnya menjadi orang gila. Sungguh kasihan. Lebih tragis lagi, dia harus meninggal dunia dalam pemasungan.   Demikian sekelumit tentang cerpen “Sang Penyair”.[]   Yant Kaiy, penj