Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Pentigraf

Tanggalkan Dendam

Pentigraf: Yant Kaiy Aku sudah memberikan yang terbaik bagi mereka. Tak tersisa. Semua tanpa pamrih. Tanpa embel-embel mengambil hati. Ikhlas karena Tuhan. Mereka senang, aku puas. Itu prinsip hidupku. Tapi semua sia-sia pengorbanan kami. Karena sejumput kesalahan menurut mereka, bukan menurut hukum agama, lalu mereka membuangku. Mengucilkan keluargaku. Bahkan, mereka terang-terangan mengancam akan menghabisi kami. Tidak main-main. Dahsyat intimidasi mereka. Kami lari terkencing-kencing. Dari satu kota ke kota lain. Mencari selamat dunia. Tak peduli hujan-panas menghiasi liku pengungsian. Memanjatkan doa pada Tuhan, semoga kami bisa memberangus dendam dalam kalbu.[] Pasongsongan, 10/12/2021

Tak Sanggup

Pentigraf: Yant Kaiy Satu sisi aku membutuhkan pekerjaan seperti yang kutekuni selama ini. Satu sisi lagi aku mesti menerima berat jiwa tradisi salah kaprah. Tradisi yang benar-benar dilarang agama. Aku harus menebusnya dengan berpuluh-puluh juta rupiah supaya ditetapkan sebagai aparatur negara. Bukannya aku tak mempunyai duit sejumlah itu. Harta warisan kedua orang tua cukup membeli jabatan yang kumau. Bukan sok suci. Lebih baik kujadikan modal usaha saja. Mungkin akan lebih barokah rezeki yang kuperoleh. Teman-teman menyalahkan keputusanku. Tidak memanfaatkan peluang bagus. Mungkin akan datang sekali seumur hidup, protes mereka serempak.[] Pasongsongan, 10/12/2021

Setetes Surga Dunia

Pentigraf: Yant Kaiy Beratus-ratus pria telah membauiku. Sedari SMA aku telah berhubungan badan dengan teman-temanku. Aku begitu menyukainya. Puas. Nikmat tereguk. Ada semacam ketagihan menyeruak di jiwa. Kata ‘dosa’ dan ‘neraka’ bukan jadi penghalang atas kelainan bejatku. Keimanan diri luluh-lantak tak tersisa oleh hasrat membuncah. Lewat seks karierku di dunia intertaimen melejit. Rekan kerja dan atasan tidak luput mencicipi keelokan tubuhku. Power inilah yang membuat jalan hidupku sukses meraih mimpi masa silam. Menyejajarkan namaku dengan artis dunia. Penggemarku terhampar luas di belahan benua. Ketika jalan hidup terbentang luas. Segala kebutuhan mudah kurengkuh. Tiba-tiba terbersit keinginan untuk memiliki keturunan, penerus sejarah hidup. Aku harus memilih imam terbaik. Namun itu tidak mudah.[] Pasongsongan, 10/12/2021

Membangun Masa Depan

Pentigraf: Yant Kaiy Kulepaskan masa lajangku setelah lebih satu tahun kami mengenal satu sama lain. Menyadari bahwa diri ini banyak kekurangan, mungkin bisa diisi olehnya nanti. Kuterima dia jadi imamku di pesta pernikahan sederhana. Dari beragam perbedaan, kami terus merawat cinta agar tidak pecah. Kerikil tajam selalu datang menghampiri. Itulah tantangan normal membangun mahligai rumah tangga. Semua butuh perjuangan dan pengorbanan. Tapi saat aku terjangkit kanker serviks, pupuslah impian semusim. Kurelakan dia mencari bunga pengganti.[] Pasongsongan, 2/12/2021

Persetan

Pentigraf: Yant Kaiy Persekongkolan salah satu teman kerja telah melemparkan aku sebagai aparatur sipil negara ke pulau terjauh. Suamiku tak ikut karena dia statusnya sama denganku. Kedua anakku bersamanya. Sebab mereka akan lebih baik. Segalanya tidak harus membangun dari awal. Menginjak masa triwulan pertama aku mulai merasakan ada sesuatu yang kubutuhkan. Sesuatu sangat mendesak. Kehangatan belai tangan lelaki. Saban malam nafsu bejat menerjang sekujur raga. Tanpa ampun. Tanpa bisa kualihkan pada lainnya. Kehausan berganti nikmat sesaat. Kesadaran di otak itu ada. Tapi gatal di tubuh butuh digaruk.[] Pasongsongan, 7/12/2021

Rindu di Ujung Tanduk

Pentigraf: Yant Kaiy Aku selalu mengkhawatirkannya. Dalam rindu tergambar jelas segalanya. Tak tersisa. Tentang gerak matanya, nada bicaranya, senyumnya… Semua itu lantaran jarak memisahkan kami. Menempuh pendidikan di luar kota. Memang dia telah beranjak dewasa. Gemar bergaul dengan siapa saja. Tanpa pandang bulu. Tak pernah curiga terhadap orang yang akan berbuat curang. Menaruh pikiran positif. Menanggalkan amarah tatkala ia tertipu. Sikapnya masih labil menetapkan suatu keputusan. Dia acapkali mengambil pilihan salah, kendati ia menyukainya.[] Pasongsongan, 7/12/2021

Impian tak Berujung

Pentigraf: Yant Kaiy Berpuluh-puluh tahun aku mengimpikan punya rumah sederhana. Tapi impian itu terus mengembara di langit-langit kamarku. Ikhtiar rajin menabung, tidak boros   dalam membelanjakan hasil kerja, tak pernah jajan di luar, semua itu adalah bentuk perilaku mengarah tergapainya sebuah impian. Kedua orang tuaku sakit bergantian hingga meninggal dunia. Begitu pula kedua mertuaku. Atau ketikatabungan dirasa hampir cukup, tiba-tiba anakku sakit dan menjalani rawat inap. Ketika semua kubagikan cerita itu, mereka mengatakan kalau hal tersebut merupakan suatu proses menuju impian. Namun sampai kapan? Mereka menjawab: “Bersabarlah!” [] Pasongsongan, 3/12/2021

Dia dan Dia Sama Saja

Pentigraf: Yant Kaiy Dalam hidup manusia acapkali dihadapkan pada banyak pilihan. Tentu semua tak mau salah memilih. Termasuk diriku. Kali ini aku menjalani hidup tanpa pegangan. Sebagai mantan pramugari dari sebuah maskapai penerbangan, pertamakali aku menikah dengan pengusaha perkapalan. Aku diceraikan olehnya lantaran aku bersikukuh terus menyusui anak kedua. Rupanya dia tak mau terganggu menyusu padaku. Suami kedua, aku memilih meninggalkannya. Kelakuannya bejat, suka berjudi dan mabuk-mabukan. Harta gono-gini suami pertama terkuras, ludes.[] Pasongsongan, 3/12/2021

Pergi Sebelum Fajar

Pentigraf: Yant Kaiy Kematiannya meninggalkan luka mendalam di hatiku. Tercecer berjuta kenangan manis diantara perjalanan usia. Begitu dahsat merubah peta hasratku, hingga lama kiblat tujuan hilang tanpa bekas. Sekian lama terkurung sunyi. Terus saja aku menyibukkan diri pada kegiatan kemanusiaan. Namun tetap saja bayangan indah bersamanya mengapuri ruang gerak mataku. Aku berontak sekuat tenaga, melepaskan diri dari ikatan kenangan. Baru berhenti siksa setelah kudapatkan penggantinya. Dari suatu seminar budaya kutemukan paras ayu menggoda. Awal berkenalan kami saling jatuh hati.[] Pasongsongan, 27/11/2021

Kandas Berkeping

Pentigraf: Yant Kaiy Dia tidak tampan. Anak buruh pabrik. Sikapnya pendiam. Penampilannya biasa-biasa saja. Tidak pernah muluk-muluk mengimpikan sesuatu. Jalan hidupnya mengalir. Dia telah mengajarkan banyak tentang hakikat cinta terhadapku. Ketika di kampus kami sering bersama. Dia tidak sekalipun melontarkan kata cinta. Meski dari sinar matanya menguraikan ketertarikannya. Kemudian kami berpisah; aku melanjutkan pendidikan keluar negeri dan mendapatkan jodoh bule hingga punya anak. Pulang ke tanah air menjadi desainer para artis. Aku menakhodai sebuah acara di stasiun televisi swasta, penggemarku banyak. Kesuksesanku kandas. Suamiku selingkuh. Kami bercerai. Disaat kesepian, entah kenapa pikiranku teringat dia. Aku pergi ke rumahnya. Kata istrinya, dia sudah meninggal dunia.[] Pasongsongan, 26/11/2021

Mendung Berarak

Pentigraf: Yant Kaiy Sontak dendamku mencair demi melihatnya tak bisa berbuat apa-apa lagi. Pilu berbaur iba menyapu bersih butir-butir congkak. Inilah hakikat hidup. Kemenangan hanya sesaat menghinggapi langkah diri. Aku tak bisa melontarkan kata-kata di hadapannya. Diatas kursi roda ia didorong oleh anak perempuannya menuju acara bakti sosial: Pengobatan tradisional gratis. Ia menyapaku begitu lirih. Hampir tak terdengar. Tangannya tak bisa digerakkan. Dulu ia sering menggendongku. Setelah basa-basi sebentar, aku segera meninggalkan mereka. Dari ujung mata dapat kutangkap, bahwa ia ingin berbicara banyak.[] Pasongsongan, 25/11/2021

Lagu Pecundang

Pentigraf: Yant Kaiy Jodoh, Tuhan yang menentukan. Aku dan dia gagal menikah karena persoalan Pilkades (Pemilihan Kepala Desa). Ayah menang atas bapaknya. Periode selanjutnya, Ayah dikalahkan oleh dia. Sekarang aku yang bertarung dan dia yang terjungkal. Kuberjanji dalam hati, pada Pilkades yang akan datang, kuingin menghentikan permusuhan ini. Kami menggiring massa, mengompori mereka sedemikian rupa untuk membenci kubu dia. Segala cara kami tempuh demi satu tujuan: Kemenangan. Politik uang terbungkus bantuan sudah menjadi tradisi dalam pemilihan apa pun. Demi sepotong gengsi, apa pun dilakukan.[] Pasongsongan, 25/11/2021

Pengembaraan

Pentigraf: Yant Kaiy Hampir satu bulan terombang-ambing di tengah lautan lepas. Aku bersama lima orang perempuan dan tiga laki-laki dewasa dalam satu perahu. Terpaksa kami melarikan diri dari kampung halaman karena ada konflik berdarah. Suami dan kedua anakku tewas. Kedua orang tuaku dan semua orang di desaku dibantai habis. Sedangkan satu anakku yang selamat masih berusia tujuh bulan Beruntung kami membawa bekal makanan ala kadarnya. Memancing ikan tiap hari supaya bekal tidak cepat habis. Kami berlayar meninggalkan negeri tercinta sejauh mungkin. Hari demi hari mulai tumbuh harapan hidup di negeri orang. Siang-malam kami memanjatkan doa pada Tuhan agar jiwa kami diselamatkan dari maut. Dia Maha Mendengar permohonan hamba-Nya. Perahu kami mendekat pada sebuah pulau.[] Pasongsongan, 23/11/2021

Buah Setia

Pentigraf: Yant Kaiy Selalu, aku dilibatkan dalam urusan keluarganya. Dari persoalan paling terkecil hingga permasalahan Istrinya. Aku acapkali tidak enak hati mendengarnya. Memang aku menjadi pendengar yang baik tatkala dia bercerita. Aku tak pernah mengguruinya. Bagiku curahan isi hatinya tidak penting karena dia sendiri plintat-plintut. Disore berawan dia pamit. Di sedannya penuh kardus, berisi barang-barang pribadinya. Aku mencegah dia hengkang dari anak-istrinya. Kali ini dia serius, mau pisah. Kalimatku tak digubrisnya. Tiga bulan lebih dia resmi bercerai. Segala kebutuhan anaknya tetap jadi tanggungannya. Aku yang selalu mengantarkan pemberian dia. Entah kenapa istrinya juga bercerita apa saja tentang dia. Lagi-lagi aku jadi pendengar setia. Sampai suatu waktu aku tidur di rumahnya karena dia sakit. Janda muda itu memintaku untuk merawatnya.[] Pasongsongan, 22/11/2021

Secangkir Kopi

Pentigraf: Yant Kaiy Kudiamkan dia dingin. Seharian terbakar emosi akibat cekcok tak berkesudahan. Tanpa ujung. Persoalan lama menguras pikiran bijak. Mau menang sendiri, mempertahankan keinginan saling mengalahkan. Melibatkan orang-orang berwajah topeng munafik. Sikap seorang penjilat; dimana mereka berlabuh, disitu mereka menyandarkan kepalanya. Telah kusadarkan dia. Segala rayu tak mampu meredam gejolak. Tiada guna. Secangkir kopi tak disentuhnya. Matanya merah darah, tampak liar. Aku gagal membuatnya tenang. Sekali lagi kutuangkan kopi panas dari termos. Aromanya menyentuh permukaan cinta. Dia hanyut. Kuciumi sekujur tubuhnya tanpa sisa. Ada desah. Tiba-tiba dia tarik selimut. Dia membauiku.[] Pasongsongan, 20/11/2021

Tersapu Debu Jalanan

Pentigraf: Yant Kaiy Lama jalinan cinta kami menghiasi kesepian. Hari-hari indah menyertai perjalanan nasib. Kini, semua tinggal puing-puing kenangan menyakitkan. Jiwa jadi terpenjara. Mungkin orang lain menganggapku cengeng. Tapi biarlah… Lain orang jelas beda persoalan. Dua anakku tinggal bersamanya. Selalu berikhtiar bangkit dari keterpurukan dengan menyibukkan diri. Api kecewa kadang berkobar di dada. Namun masih bisa aku padamkan. Tidak mudah menyulam benang hikmah atas peristiwa menyakitkan itu. Butuh proses. Seperti menantikan bulan jatuh di tangan.[] Pasongsongan, 18/11/2021

Gemuruh di Dada

Pentigraf: Yant Kaiy Tiba-tiba di dada bergemuruh. Jantung berdegup hebat di tengah keramaian. Kubertahan. Menyeimbangkan kenyataan. Bersandiwara tersenyum walau perih hati mulai menyeruak. Pelan membuyarkan pikiran. Kubuang pandangan ke objek lain, bukan pelaminan. Karena dia duduk berdua dengan wanita idaman lain. Cinta kami memang telah putus. Tapi kenangan indah bersamanya ternatal. Segera aku berbaur. Bercerita dengan orang-orang sekitar. Namun tetap saja otakku menggiring mata ini ke arahnya.[] Pasongsongan, 16/11/2021

Terbakar Emosi

Pentigraf: Yant Kaiy Tiba-tiba darahku menggelegak demi kalimat kurang bijak darinya terlontar. Aku tak sanggup menyembunyikan muntahan amarah di dada. Jantungku berdetak kencang, menyapu bersih kesabaran di hati. Suaraku mulai bernada tinggi. Sontak dia tercengang seperti yang lain. Tidak ada sepotong senyum mengiringi baris kata. Segera aku menyibukkan diri. Masih banyak tugas belum selesai. Tak ada waktu lagi mengontrol apa yang sudah kusikapkan. Dalam hening malam aku menyesal. Tapi sudah terlanjur. Barangkali suasananya sudah tepat. Karena tidak hanya sekali mereka meremehkan apa yang aku kerjakan. Padahal aku tak pernah mau tahu urusan orang lain.[] Pasongsongan, 12/11/2021

Tuhan tidak Adil

Pentigraf: Yant Kaiy Aku pernah berpikir kalau Tuhan tidak adil atas derita yang silih berganti membombardir kehidupanku. Ayahku meninggal ketika aku masih dalam kandungan. Ibu pergi selamanya tatkala aku dilahirkan ke dunia. Aku disusui oleh saudara Ibu yang miskin. Kemudian ia dan suaminya meningal karena kecelakaan. Lalu aku diambil anak oleh saudara Ayah yang rumah tangganya berantakan. Ketika aku di bangku SMA aku diperkosa oleh kakak sepupu hingga hamil. Janinku digugurkan. Hidupku tidak punya tujuan lagi. Mencoba mengakhiri hidup menenggak cairan pembersih lantai. Tapi jiwaku sempat tertolong pihak rumah sakit. Pikiranku buntu, tak punya impian lagi. Semua orang pasti akan menyalahkan tindakan konyolku. Aku berada di lingkaran gelap-gulita. Entah sampai kapan aku bisa tidak menyalahkan Tuhan? Entah…[] Pasongsongan, 11/11/2021

Guru Honorer

Pentigraf: Yant Kaiy Tonah dan suaminya menjadi guru honorer disalah satu SD Negeri di pelosok desa kelahirannya. Jalan rusak dan berlumpur bila musim hujan terus mereka lalui dengan perasaan ikhlas menuju ke sekolah. Gaji keduanya hanya cukup beli bahan bakar kendaraan roda dua, sabun mandi, shampo, odol dan deterjen bubuk. Selebihnya buat uang jajan kedua anaknya. Kisah sedih ini luput dari perhatian pihak berwenang. Pemangku kebijakan publik seolah tutup mata dan telinga. Mereka seolah sibuk dengan sikap memperkaya diri sendiri. Biarlah mereka buntung asalkan dirinya untung. Ketika ada rekrutmen aparatur sipil negara lewat tes, keduanya ikut berkompetisi. Tapi apa lacur, impiannya untuk menjadi pegawai negeri kandas di tengah jalan. Mereka tidak lolos uji kompetensi.[] Pasongsongan, 11/11/2021